Sepucuk surat ini kusampaikan untuk wanita manapun yang tak mau berakhir menyedihkan sepertiku…
10
tahun kunanti kehadirannya, berbagai cara kulakukan agar lekas
kubertemu dengannya, aku rindu… sangat merindukannya. Kadang dia muncul
dalam mimpi-mimpi indahku, terkadang menjelma menjadi anak perempuan
yang gemuk dan menggemaskan, namun kadang juga datang dalam wujud anak
laki-laki tampan yang begitu mirip dengan suamiku. Kami benar-benar
berharap salah satu dari mereka bisa benar-benar datang dan hadir dalam
hidup kami yang mulai jengah dan lelah untuk berusaha mewujudkan
mimpi-mimpi itu…
4
September 2011, ya… aku masih ingat betul tanggal itu, tanggal dimana
akhirnya dia datang kedalam hidupku, dokter bilang dia masih berupa
gumpalan darah yang nantinya akan tumbuh menjadi mahkluk yang diam-diam
bernafas dan bergerak-gerak didalam perut dan rahimku, aku harus lebih
hati-hati melakukan segala sesuatunya, agar dia kuat untuk terus
bertahan hingga nantinya menjadi buah dari mimpi-mimpiku selama ini.
Masih kusimpan hasil test yang menyatakan bahwa dia telah datang,
kusimpan dalam sebuah kotak kaca transparan agar suatu saat jika dia
berhasil keluar dari perutku… dia bisa tahu betapa berharganya kehadiran
dia dihidup kedua orang tuanya.
Dia
datang bagai keajaiban hebat dihidupku, semua orang bahagia karenanya.
Hubunganku dengan keluarga besar yang sempat renggang kini kembali erat
dan hangat, semua karena dia… malaikat kecilku.
Ada hal yang kurahasiakan dari semua orang, termasuk suamiku sendiri. Aku menderita kelainan yang disebut venustraphobia,
yaitu phobia terhadap perempuan cantik. Harus kuakui bahwa kelemahanku
adalah rasa percaya diri. Bayangkan, setiap melihat wanita cantik…
tubuhku bergetar hebat dan tak bisa sedikitpun berdekatan atau bahkan
melihat wajah wanita itu. Aku baru menyadari kelainan ini saat iseng
konsultasi dengan seorang temanku yang merupakan seorang psikiater.
Satu-satunya cara untuk mengobati kelainan ini adalah meningkatkan rasa
percaya diriku dengan cara merawat diri, mempercantik diri, dan
mempertahankan berat badanku agar tetap ideal. Hal ini dilakukan agar
aku tak selalu merasa terintimidasi saat berhadapan dengan wanita lain
yang kurasa lebih cantik dan lebih proporsional dariku. Segala cara
kulakukan untuk mengatasi kelainan aneh ini. Jika melihat foto remajaku,
aku hanya bisa tertunduk malu sambil menggelengkan kepala dan berbisik
“untung saja aku sudah tak seburuk diriku di foto-foto ini”.
Kehamilan
ini telah membawa kebahagiaan yang lama-lama bermetamorfosa menjadi
sebuah bencana bagiku, pada kehamilan 1 minggu hingga 3 bulan, tak
terelakan… aku begitu bahagia, 10 tahun kumenanti kedatangannya yang
selama ini hanya hadir dalam mimpi-mimpi indahku. Namun saat menginjak 4
bulan, hati ini mulai menjadi resah dan gelisah. Bagaimana tidak, dalam
4 bulan berat badanku melonjak 10 kilo dari sebelumnya, ini adalah
bencana bagiku! Aku mulai benci melihat diriku dicermin, buruk!! Sangat
buruk!!! Hingga mulai kuhentikan semua kegiatan diluar rumah, aku tak
mau orang-orang melihat keadaanku yang seperti ini.
Suamiku
tak keberatan dengan segala perubahan fisik yang terjadi kepadaku,
perhatiannya kepadaku jauh lebih baik daripada sebelumnya. Hampir setiap
saat dia membawakanku makanan-makanan penuh gizi serta
suplemen-suplemen penting bagi ibu hamil. Kalian tahu apa yang
kulakukan? Saat dia lengah, aku membuang semua makanan dan suplemen itu
ke dalam tempat sampah, aku tak mau membuat badanku menjadi semakin
besar karena semua ini. Aku tak mau menjadi jelek! Aku yakin anak baik
yang ada diperutku ini mengerti perasaan ibunya, aku merasa dia adalah
seorang bayi perempuan yang sangat cantik, aku yakin dia sangat
mengerti…
Benar
saja, berat badanku hampir mendekati normal saat kehamilanku ini
menginjak bulan ke 7, semua orang yang dekat denganku merasa heran
dengan postur tubuhku. Mereka heran karena badanku kini menjadi lebih
kurus, hanyasaja perutku yang terlihat buncit. Aku selalu meyakinkan
mereka bahwa aku baik-baik saja dengan berkata, “Semua gizi di dalam
tubuhku diserap oleh bayi mungil ini… tak usah khawatir yaa…”. Aku tahu
dokter akan protes dengan tindakanku diet dan berhenti meminum suplemen,
sudah lebih dari 3 bulan aku tak pernah menyempatkan diri untuk
mengontrol kehamilanku, suamiku tak pernah tahu itu… aku selalu
berbohong kepadanya bahwa aku rutin memeriksakan kandungan ini pada
dokter.
Fisikku semakin payah… seringkali aku pingsan tanpa alasan, kenapa yah? Ah, mungkin hanya karena kurang darah…
Aduhh…
sakit sekali, sakit sekali… kehamilanku baru menginjak 8 bulan, tapi
kontraksi-kontraksi seperti hendak melahirkan begitu sering terjadi
belakangan ini, aku mulai khawatir dengan bayi yang ada di dalam
perutku… perasaanku berkata, ada sesuatu yang buruk terjadi kepadanya.
Kepalaku mulai melayang memikirkan berapa banyak makanan dan suplemen
yang kubuang ke tempat sampah, dan memikirkan bagaimana jika suamiku
tahu apa yang sebenarnya kulakukan selama ini, aku telah menyia-nyiakan
kasih sayang dan perhatiannya kepadaku, diam-diam aku menyesal dan
semakin bergelut dengan rasa takut.
Akhirnya
dia datang di bulan Mei, tepatnya tanggal 11 Mei. Hari dimana
sebenarnya belum cukup kuat baginya merasakan udara kehidupan di dunia,
usianya baru 8 bulan lewat beberapa hari. Pada proses kelahirannya,
kurasakan sakit yang luar biasa, benar apa kata orang… melahirkan adalah
pertarungan hidup dan mati seorang ibu. Awalnya aku berharap dapat
melahirkan dengan cara normal, namun ternyata aku kewalahan dan tak
mampu berjuang untuk mengeluarkannya dengan normal. Dokter bilang…
fisikku lemah dan terlalu banyak mengeluarkan darah, mereka khawatir aku
tak mampu bertahan hidup. Mereka mengeluarkan bayiku dengan cara
membedah perutku… suara tangisnya memecah isi ruangan operasi, “selamat
bu… anak ibu perempuan” ucap seorang suster kepadaku tepat sebelum
akhirnya aku tak sadarkan diri karena pengaruh obat bius. Aku terlelap
dalam perasaan bahagia… anak yang kutunggu sekian lama kini datang
dengan selamat, dan benar… dia anak perempuan.
Aku
terbangun dalam ruangan putih berbau aroma khas rumah sakit, seluruh
badanku masih begitu berat dan lunglai. Karangan bunga dengan ucapan
selamat memenuhi ruangan ini, pernak-pernik lucu seperti balon dan
boneka kulihat juga disana. Ini adalah kamar rumah sakit yang paling
menyenangkan sepanjang hidupku. Namun tak kulihat satupun orang bahkan
suamiku disini, kemana mereka semua ya? Aku tak sabar untuk melihat muka
bahagia mereka, aku tak sabar memeluk putri kecilku… aku tak sabar
menghadapi dunia yang baru. Kucari-cari bel yang biasanya ada disamping
tempat tidur pasien, ya ini dia! Kuekan tombolnya untuk memanggil
suster, mencari tahu keberadaan keluargaku. Bel kutekan, tak lama
berselang berhamburan beberapa orang yang kusayang, ibuku, bapakku,
mertuaku, suamiku, adik-adikku, juga tak ketinggalan suster rumah sakit.
Wajah mereka terlihat sangat mengkhawatirkan keadaanku, ada sesuatu
yang aneh yang mereka sembunyikan dariku…
“Wirdha…
kau harus kuat ya nak, anakmu sedang berjuang keras di ruangan isolasi
bayi, dokter sedang mengupayakan agar dia mampu bertahan hidup”. Bagai
petir yang menggelegar di kepalaku, kata-kata Ibuku membuatku bangkit
dan tak mempedulikan bagaimana sakitnya tubuhku saat itu, aku berlari ke
ruangan tempat bayiku berada, semua orang mencegahku namun aku tetap
berlari tak peduli pada teriakan mereka yang mencoba menahanku untuk
tetap diam di ruanganku. Aku hanya ingin melihat putri kecilku, aku
ingin menatapnya dari dekat, aku ingin membimbingnya agar kuat bertahan
hingga mampu hidup dan tumbuh bersamaku.
Aku
menatapnya dari kejauhan, dibalik kaca yang membingkai ruangan tempat
putri kecilku terbaring, dokter menganggukkan kepalanya kepadaku seolah
berkata “Sabar”, aku menangis meraung menjadi-jadi, suamiku memelukku
sambil tak henti menitikkan air mata. Hatiku sakit tercabik melihat
sesosok bayi perempuan yang sangat kecil terbaring lemah… tanpa tangan
dan kaki, ya… putri kecilku hanya memiliki berat 1,5 kilogram dengan
kondisi tangan dan kaki yang cacat. Anak yang selama ini kunantikan
ternyata memiliki banyak kekurangan, aku marah pada Tuhan yang begitu
tega membuatnya seperti itu, aku marah pada keadaan yang tak sesuai
dengan inginku, aku merasa terkutuk… hidupku dikutuk.
Putri
kecilku hanya mampu bertahan 48 jam, akhirnya dia pergi untuk
selamanya, menurut semua orang… ini adalah jalan yang terbaik untuknya,
sedang bagiku… dokter berkata padaku, dia kekurangan asam Folat sehingga
pertumbuhannya didalam janin tidak sempurna seperti bayi-bayi pada
umumnya, aku tidak mengerti apa yang dimaksud dengan asam folat, sampai
akhirnya dokter menjelaskan kepadaku bahwa itu adalah zat paling penting
yang dibutuhkan oleh janin di masa perkembangannya, berasal dari
makanan-makanan sehat bernutrisi serta suplemen-suplemen penting bagi
ibu hamil. Suamiku merasa heran karena selama ini dia rajin memberi
makanan sehat dan suplemen bagi istri dan calon anak pertamanya, dia tak
pernah berpikiran buruk terhadapku… dia menganggap bahwa semua ini
memang sudah kehendak Tuhan.
Kini
aku hanya bisa memandangi pusara putri pertamaku, sudah 5 tahun berlalu
sejak kejadian itu. Tuhan belum memberikan kesempatan lagi kepadaku
untuk menjaga lagi titipan dariNya. Hidupku 5 tahun ini benar-benar
berantakan, aku berhasil menghilangkan venustraphobia-ku…
karena kini aku benar-benar tak lagi perduli terhadap orang lain maupun
diriku sendiri. Namun nasi sudah terlanjur menjadi bubur… aku hanya
bisa menyesal, dan berharap Tuhan memberikan lagi satu kesempatan
untukku…