Minggu, 29 Januari 2012

Words

I noticed something today. That some people, enjoy killing other people's dreams, or visions. Although unintentionally, they actually do through their very few words and innocent faces. We shouldn't sweat the small things, but small words, we should. Words carry real meanings, hence the presence of dictionaries. Never think that words are just words. They really affect one's world.

And words can also cure. They can be the birth of life-impacting innovations, of big changes for the world. The impossible and possible happen from a mindset. And mindsets, are developed through the words we speak and we tell to ourselves. When others speak about impossibility, I prefer closing my ears. When I believe, I believe. Have faith, friends..:)

:)

Lately I have been a bit "away" from the virtual world, either from my blog, my Twitter account, Facebook. There's been a lot of contemplation going on inside my mind. I dunno. The internet can be scary at times.

Internet is a masterpiece. It has allowed us to cross-express and cross-trade almost everything one can imagine. There's no more limitations and boundaries to have a voice in this world, to be heard, to share, to receive and even learn. Internet however, is a platform. We don't hide behind it, we run on it. We are on the front line, our names, our identities, our lives. Therefore, the 'human' factor is and shall always be the main content. Not fake names, not false information, not pretentious statements, not mis-lead assumptions and fights that happen because we trust what is said on the internet by people we don't even know more than we trust our loved ones.

I often find people who treat real life and internet as two different worlds, therefore show different personalities too. Why? Internet is also "real life", you know? At least for me. What I say & portray on my blog is exactly who I am in real life. So this is me. Raw. Internet helps us to reach those who can't be reach physically. And at the end of every reach, there are real life humans. Whatever you say or write on the internet, the world can see, the humans can feel. Have a heart. Even on the internet.

Bedside Lamp

Hi, guys...how are you doing? :)

I really feel like writing right now, but I'm not really sure what to write about heheh. S is asleep already (such a baby!) while I'm awake checking emails and just randomly browsing this and that.  I'm so happy that things are just as it is, only more peaceful because S is always around.

You know, the power of praying to God is really really powerful. Never be afraid to ask God what you wish to achieve in life, for God always listens and makes them come true if it's for the better. But then again, you really have to believe that God will always give you the best, even when the best is what we think isn't and not what we asked for. Don't just "work hard", but "work very very hard", and let things unfold naturally. Our job as humans is to try our best, aim as high as we can, but leave the results to God. This is the only way to feel complete and peaceful. "Complete" because we live with a mission, "peaceful" because we're letting God lead the way.

Do you guys have enemies? Having enemies in life is such a sad thing. Even though I don't hate anyone, I know that there are people out there who hate me. Therefore, I am an enemy to them, while they aren't to me. I often feel sad when I think about this, but then I realized that if I'm an enemy to someone, it doesn't always mean that I'm the bad one. It might be that that someone is the one having issues in dealing with life and reality. If you hate someone, doesn't that mean you have no room in your heart to forgive? Or no space in your mind to tolerate & compromise? Therefore, those who be-enemy others are the ones not owning big hearts, and that's even sadder.

Oh well, this is such a random post. Good night, guys! Love you, all...:)

-------------------------


Ahhhh I know I'm so annoying...:D

Feeling Creamy

Today I cooked Penne in Cream Sauce with Sausage for lunch...yayyyyyyyy! :)


Ingredients:
  • Penne pasta
  • Sausage
  • Olive oil
  • Garlic & Onions, thinly sliced
  • Chilli
  • Salt
  • Sugar
  • Black pepper
  • Italian Herbs
  • Cooking cream
  • Full-cream milk
  • Cheese
How to:
  • Cook oil in frying-pan over medium-high heat.
  • Add garlic and onions and sauté until golden brown and tender.
  • Add chilli & sausage and sauté until golden brown and cooked through.
  • Add cooking cream and full-cream milk until sauce thickens slightly.
  • Add cheese until it melts and blend together.
  • Add and stir enough salt, black pepper, sugar, italian herbs. Remove from heat.
  • Cook pasta in large pot of boiling salted water until tender but still firm to bite. Drain pasta then transfer to large bowl.
  • Pour sauce over pasta.

Friendly?

Me: "So imagine if you didn't know me, and you were to judge me solely based on my looks. What kind of character would I be in a movie? I imagine you are....this mysterious university student who doesn't socialize with anyone, but at night you would actually have gigs with your non-university friends. You're the guitarist!"
S: "I think...you would be one of those ladies who check boarding passes before people enter the plane."
Me: "Why?"
S: "I dunno...you look friendly.

Peluh - Risa Saraswati

Terlalu mudah bagimu merencanakan sesuatu yang kau anggap baik untuk hidupku, katanya ini cocok untukku, katanya ini sempurna bagiku. Aku mengerti posisiku dan bagaimana kuharus menempatkannya, aku tahu betul bagaimana sikapku dan kapasitas egoku yang tak bisa seenaknya kuhamburkan terburai menyeka semua lantai-lantai harapanmu, tapi ini adalah hidupku… yang kelak harus kujalani dengan langkah tegap meski berakhir dengan kesendirian.

Kau adalah tempatku bergantung saat langkah mulai goyah, kau juga banyak mengajarkan sikap yang harus kuambil saat dihadapkan pada sebuah hal yang tak kuinginkan, seperti halnya yang pernah terjadi padamu. Dalam satu kondisi, kau terlukis begitu bijaksana hingga tak bisa kusangkal betapa aku mengagumimu. Tapi disudut sisi yang lain, kau terlukis bagai anak manusia berumur belasan yang harus kumengerti dan mengerti hingga melunak hatimu terhadapku. Aku lelah… peluhku membasah membanjiri tubuh yang mulai tak sanggup lagi berdiri dibelakangmu… mengikutimu yang tak pernah luput menuntunku..

Banyak orang berbisik ditelingaku, “kamu begitu mirip dengannya..” ujar mereka sekilas menatapmu lantas menatapku, kuakui itu… lalu kutanyakan apa kemiripan kita pada mereka, mereka menjawab “wajah dan sifat kalian cukup mirip..”. Jika memang benar seperti itu, aku ingin merubah kemiripan sifat kita…sangat ingin.

Jika memang aku harus mengikutimu, bisakah kau biarkan ku melangkah lebih lambat sedikit saja hingga bisa kunikmati semua ini dengan caraku? Mungkinkah itu? Kau sudah melewatkan banyak fase dalam hidupku yang tak pernah kau campuri dengan segala sesuatu yang kau anggap baik untukku, dan kini kau hadir menjadi sosok baru yang tiba-tiba saja sudah membuatkan daftar panjang jalanan yang harus kulalui. Jika memang harus begitu, mengapa tak kau lakukan sejak dulu? Saat kumeraba jalanan luas dimana hanya ada aku sendirian yang mau tak mau harus tetap melangkahkan kaki ini untuk hidup menjadi seseorang yang bisa melebur dengan dunia. Tahukah kau sebenarnya aku sudah memiliki daftar jalanan yang ingin kulalui? Tahukah kau aku sudah melalui beberapa diantaranya? Pasti kau tidak tahu, kau hanya melihat semuanya dengan mata dan pendengaranmu, bukan hatimu.

Mereka bilang, banyak hal buruk yang akan terjadi padaku jika kumelangkah menentukan jalanku sendirian tanpa pedulikan teriakkanmu, benarkah itu? Tanpa harus mendengar ucapan mereka pun sesungguhnya lenganku sudah terikat kuat oleh sebuah temali yang terhubung dengan lenganmu, dan kutundukkan kepala ini untuk menurunkan ego yang sebenarnya sudah begitu ingin menengadah dan menjauh darimu. Bagai dua sisi mata uang, isi kepala dan suara hatiku selalu berkelahi mempertentang sikap apa yang harus kulakukan. Didepanmu kuingin terlihat bagai seorang dewasa yang suka akan jalan yang telah kaupilih untukku, dibelakangmu kumenangis teriris menikmati khayalan tentang akhir bahagia atas jalan yang kupilih…hanya khayalan…hanya ada di dalam kepalaku.

Aku ingin bersenandung, melompat kecil, tak perlu tertawa riang namun kau bisa melihat tak ada lagi satupun hal yang kusembunyikan darimu, dan tak ada lagi umpatan hati untukmu. Lelah rasanya hidup dalam kepura-puraan, seperti bersembunyi dibalik cangkang kelomang  kubiarkan kau menebak apa yang ada didalam cangkangku…. Dan kau keliru, tebakanmu seringkali tidak tidak tepat.

Mereka bilang aku mirip denganmu…

Tapi aku bukan kamu…

Satu detik saja ijinkan aku berkhayal tentang harapan..

Satu kesempatan saja ijinkan aku mewujudkannya..

Jika memang langkahku salah… biarkan aku menikmatinya..

Karena aku bukan kamu..

artikel diambil dari: sarasvatirisa.blogspot.com

Aku Benci Pengeluh - Risa Saraswati

Terlalu banyak keluhan yang kalian ungkap, tentang derita, tentang pengkhianatan, tentang kekecewaan terhadap sesuatu yang kalian tidak pernah capai, tentang perbedaan, tentang ketidakadilan. Aku adalah salah satu dari sekian banyak orang yang tidak pernah sedikitpun mengeluhkan kehidupanku yang menurutku baik-baik saja. Aku terlahir tanpa penglihatan dan tanpa jari jemari, tak ada hal yang lebih penting dari sebuah kesempurnaan fisik bagi orang-orang yang selama ini kukenal. Segala keluhan tentang ketidaksempurnaan selalu menjadi sebuah kesedihan yang bisa memporak porandakan mental mereka. Sementara aku, berjuang melakukan segalanya dengan keterbatasan fisik yang kumiliki.

Kedua orangtua dan 3 orang kakak laki-laki yang kupunya memperlakukanku layaknya harta berharga yang harus mereka jaga, aku bersyukur atas keberadaanku disini… tak pernah kumenghujat Tuhan untuk kondisiku yang mungkin menurut kalian sangat mengkhawatirkan. Aku selalu percaya, semua cobaan yang Tuhan beri kepadaku adalah jalan terbaik bagi hidupku, hidup Bapa, hidup Ibu, dan ketiga kakak laki-lakiku. Tuhan membawaku ke dalam sebuah keluarga sempurna tanpa cacat, keluarga terpandang dengan harta yang bisa kubilang berlimpah. Jika kudengar dari getaran suara mereka, orang-orang dikeluargaku adalah orang-orang berwajah rupawan dengan pendidikan yang cukup tinggi. Gaya bicara Bapa sangat berwibawa menunjukkan betapa bijaksana dan cerdasnya dia, ibu sangat lembut dan penuh tatakrama, ketiga kakak laki-lakiku bukan anak-anak pemberontak… mereka begitu menghargai setiap manusia yang mereka kenal, aku bahagia bisa menjadi salah satu bagian dalam kesempurnaan mereka. Aku adalah cobaan bagi keluargaku, aku satu-satunya orang tidak sempurna yang mau tak mau harus mereka terima, aku tak bisa menjalani pendidikan dan kehidupan normal layaknya mereka, aku adalah cacat yang mencoreng keluargaku yang sudah sangat sempurna sebelum aku datang. Namun mereka menepis semua perkiraanku, aku adalah anak bungsu keluarga mereka yang harus mereka jaga dan cintai, aku adalah manusia normal yang membutuhkan banyak hal seperti yang mereka butuhkan, aku adalah anugerah yang Tuhan titip pada mereka. Sekali lagi, aku mensyukuri segala yang datang di hidupku.
Kukerahkan segala yang bisa kupelajari agar bisa bertahan hidup seperti manusia normal lainnya, kupelajari segalanya tanpa penglihatan dan jari jemari. Jangan mengasihani aku karena ternyata aku bisa melakukan semuanya sama seperti kalian. Jangan meremehkan aku yang ternyata bisa memenuhi kebutuhan pendidikan hingga mampu kuselesaikan kuliah meski tak bersekolah di tempat yang normal seperti sekolah-sekolah kalian. Satu-satunya kekuatan yang kumiliki adalah semangat, dan satu-satunya hal yang kubanggakan dari perjuangan hidupku sejauh ini adalah “aku tidak pernah mengeluh”.

Tuhan menuliskan sebuah cerita untukku, dimana cerita itu kutulis sendiri entah tentang kesedihan entah tentang kebahagiaan. Namun kuputuskan untuk memilih cerita mengenai kebahagiaan, karena tak pernah terpatri di dalam kepalaku untuk hidup dalam kesedihan. Kuwujudkan cerita hidupku dalam rangkaian cerita bahagia yang kurangkai bersama keluargaku. Kalian terlalu banyak mengeluh tentang cinta, mengeluh tentang ketidakadilan, mengeluh tentang perbedaan, namun tak pernah kalian ceritakan bagaimana kalian bisa melaluinya. Jika kalian bersedih, kalian biarkan seisi jagad raya mengetahuinya…. Namun saat kalian temukan kebahagiaan dibalik segala kesedihan yang menimpa, kalian tak menganggap bahwa itu adalah sesuatu yang bisa kalian sebut “bahagia”. Tertutupkah mata kalian untuk itu? Begitu sukakah kalian mengelu-elukan kesedihan seolah hanya kalian manusia kurang beruntung yang ada dimuka bumi ini? Kalian bisa memilih cerita yang ingin kalian tulis di hidup kalian, Tuhan itu adil… kita hanya tinggal memilihnya.

Aku merangkai cerita hidupku, namun tetap Tuhan yang memberikan tema, dan  ternyata tema yang Tuhan berikan padaku memang begitu melankolis, ditengah perjuanganku menjadi manusia normal, kutemukan fakta bahwa sebuah penyakit mematikan telah menggerogoti tubuhku… aku divonis mengidap penyakit kanker kulit. Tak ada yang tahu apa penyebabnya, namun inilah tema cerita yang Tuhan berikan padaku. Dalam rintihan kesakitan yang semakin lama semakin menyiksa, segala daya dan usaha kubuat agar tak membuat keluargaku risau. Aku masih tetap mencoba bertahan dari keluhan, kunikmati rasa sakitku dalam kegelapan… aku kuat.. aku yakin kuat… aku bisa membuat sebuah cerita yang tetap indah.. tetap indah meski tema dalam hidupku nanti berakhir dengan kematian.

Dokter mengatakan bahwa kanker yang hinggap ditubuhku kini menjalari organ-organ tubuhku yang lain, menurutnya.. hidupku tak akan bertahan. Sempat kuteteskan air mata saat kudengar suara Ibu mulai bergetar memeluk diriku yang berusaha tabah mendengar apapun yang dokter vonis untukku, tapi kuulaskan sebersit senyum untuk meyakinkan bahwa diriku baik-baik saja. Kulalui hari-hari menyakitkan namun tetap kubertahan dari segala keluhan yang bisa saja membludak dari bibirku. Kuberikan kasih sayang terbaik yang bisa kuberikan pada seluruh anggota keluargaku, aku tak suka bersedih dan sangat tidak suka melihat orang lain bersedih. Sempat suatu kali kudengar ibu mengeluh tentang ketidakadilan Tuhan pada diriku.. anak bungsu yang sangat disayanginya, namun kurangkul tubuhnya dengan lengan tanpa jemariku dan berkata “Ibu, Aku menerima semua yang Tuhan berikan untuk Aku. Dengan segala kekurangan yang Aku punya, Ibu Bapa Adit Arfan dan Adnan telah membuat Aku merasa sangat sempurna. Tuhan tau yang terbaik untukku, biarkan Dia menunjukkan jalan untuk kita Bu…. Aku ikhlas dan bahagia..”

Aku masih tersenyum dalam kegelapan dan kesakitan akibat sakit yang kuderita, menunggu waktu itu akan datang padaku… aku bahagia dengan hidupku meski lahir dalam kondisi tak normal dan divonis akan segera pergi meninggalkan segalanya. Bisakah kalian mengerti mengapa aku benci orang-orang yang suka mengeluh dan larut dalam kesedihan? Aku tak seberuntung kalian karena tak memiliki waktu yang cukup untuk melakukan lebih banyak lagi hal yang ingin kuraih, sementara kalian masih bisa menulis cerita cerita baru untuk hidup yang lebih menyenangkan sesuai dengan yang kalian mau…

Aku tak mau berandai-andai… aku tak akan meminta keajaiban apapun dari-Nya, hingga detik ini aku berhasil merangkai cerita bahagia hidupku… selamanya harus tetap bahagia, jika aku pergi nanti… aku mau semuanya tetap bahagia….

artikel diambil dari: sarasvatirisa.blogspot.com

MY SELF

Ini adalah tentang diriku ..
1 Desember 1994 telah lahir seorang anak perempuan dari pasangan Bpk. Yudi Hardi Abd Aziz.SE dan Ibu. Sita Tarwiyah yang diberikan nama Shindy Pangestika ..
17 tahun tepatnya umurku sekarang .. kedua orang tua ku telah 17 tahun merawat danmembimbingkuhingga aku beranjak dewasa seperti ini :))