Tugas pertamaku
adalah membantu negaraku berjuang menguasai sebuah negara bernama
Indonesia, yang sudah terlebih dulu dikuasai oleh bangsa Netherland. Aku
lelah memikirkan harus menjadi seorang bangsa yang kejam dan dengan
seenaknya membunuh semua Netherland yang kami temui disana, dalam hatiku
bertekad… jika yang lainnya mampu berbuat seperti itu, akulah
satu-satunya orang yang tidak akan menjadi seorang pembunuh, aku tak
suka membayangkan bagaimana jadinya nanti masa tuaku jika terus-menerus
dihantui perasaan berdosa. Bangsaku terkenal dengan bangsa yang gigih,
mereka tak pantang menyerah untuk terus berjuang menjadi penguasa, itu
bagus… tapi sisi buruknya, mereka melakukan segala hal untuk
mencapainya, termasuk hal-hal licik yang tak kusukai. Mereka merayu
bangsa lugu ini dengan menawarkan segala sesuatu yang menggiurkan, lalu
menghasut agar mereka membenci bangsa Netherland, membantu
membumihanguskan bangsa Netherland, lalu kemudian menikam bangsa lugu
ini saat mereka mulai menagih semua janji yang kami berikan. Aku hanya
bisa berdiam diri dan kadang menutup mataku saat melihat anak-anak
kecil, wanita, laki-laki tua berambut pirang menjerit kesakitan tak
berdaya dibantai habis oleh bangsaku. Semua teman-temanku menganggapku
banci, lemah, dan kini berakhir dengan sebutan batu, karena sejelek
apapun mereka menganggapku… aku hanya bisa terdiam dan fokus pada
tekadku, tak akan pernah menyakiti atau membunuh lawan bangsaku.
Suatu hari,
ketua pasukanku mengumumkan, ada seorang wanita Netherland di sebuah
desa terpencil tak jauh dari posko kami tinggal disana. Seorang warga
setempat memberikan informasi itu kepada kami. Tak ada kaum wanita
diantara kami, semua temanku melompat girang saat mengetahui ada seorang
wanita Netherland muda hidup di desa itu… itu artinya, rasa haus mereka
terhadap wanita bisa segera terpuaskan. Sebagian dari mereka merasa iri
pada pasukan lain yang berhasil menculik banyak wanita Netherland di
daerah lain, wanita-wanita itu digunakan sebagai pelampiasan nafsu
mereka sebelum akhirnya mereka enyahkan dari muka bumi. Miris aku
mendengarnya, kenapa bangsa yang kubela tak punya berprikemanusiaan? Aku
lebih baik diam, berdoa semoga malam ini saat kami menyergapnya, wanita
Netherland itu dapat melarikan diri.
Malam mulai
datang, pasukanku bergerak menuju desa itu dengan begitu semangat, bisa
kulihat ekspresi gembira dari wajah mereka yang tak sabar untuk segera
menculik wanita Netherland itu. Aku berjalan lunglai dibelakang, tak
siap membayangkan bagaimana nanti saat mereka menyiksanya. Yang lain
bergerak cepat, lebih cepat dari bisanya didepanku. Kami melewati hutan
gelap untuk mencapai desa itu, cukup jauh… dan baru kali ini kami
datangi. Dalam perjalanan, aku tak kuat menahan rasa sakit perutku untuk
buang air besar. Setelah meminta ijin kepada ketua pasukan, akhirnya
kubelokkan langkahku ke arah semak-semak didalam hutan, kubiarkan semua
temanku pergi meninggalkanku, lagipula… sebenarnya aku berniat untuk
berdiam diri disini saja menunggu mereka kembali. “Ah lega sekali…”,
pikirku dalam hati setelah berhasil menghalau rasa sakit perutku. Entah
sudah pukul berapa kini, yang pasti malam ini begitu gelap, yang
kudengar hanyalah suara jangkrik, hembusan angin, kicauan burung hantu…
dan… dan… isak tangis? Badanku terlonjak kaget mendengar isak tangis
wanita tiba-tiba muncul diantara banyaknya suara binatang yang kudengar
malam ini. Kucari darimana asalnya suara itu, sepertinya tidak terlalu
jauh dari tempatku kini berdiri. Aku terus berjalan perlahan mencari
tahu, sampai akhirnya kutemukan sebuah sosok dengan jubah putih menutupi
badannya sedang duduk menangis tersedu sambil menengadahkan tangannya
keatas, sepertinya dia sedang berdoa. Wanita muda ini adalah seorang
keturunan Netherland, sepertinya sih begitu jika melihat dari kulit
putih pucat dengan alis coklat dan bintik-bintik coklat disekitar
wajahnya. Sebenarnya Wanita ini berasal dari mana? Apakah dia wanita
yang dicari oleh teman-temanku?
Dia masih saja
duduk sambil tersedu membacakan bahasa yang benar-benar tak kupahami,
dia usapkan kedua tangannya ke muka, lalu menoleh ke kanan dan ke kiri.
Mata kami bertabrakan, aku merasa tersentak kaget, begitupula yang
terjadi padanya?
Sepertinya untuk
beberapa saat kami hanya mematung kaget sambil saling bertatapan, entah
apa yang akan kuucapkan padanya karena aku tahu kami tak akan paham
dengan bahasa kami. Tiba-tiba kudengar bunyi langkah kaki yang berasal
dari banyak kaki manusia bersepatu, sepertinya rombongan pasukanku sudah
kembali dari desa itu. Mata wanita itu seperti kaget mendengarnya,
kepalanya berputar ke kanan dan ke kiri gelisah, hampir saja dia
berteriak kaget sambil terus melotot menatapku, tangan kananku refleks
menutup mulutnya yang hampir berteriak, sementara tangan kiriku
mengangkat telunjuk yang mengarah ke bibirku sambil memberi isyarat
bahwa “aku tidak akan menyakitimu”.
Tanganku masih
saja memegangi mulutnya. Sial! Ternyata memang benar mereka adalah
pasukanku, dan lebih sialnya lagi… mereka berhenti tak jauh dari lokasi
kami berada. Samar kudengar mereka marah karena wanita yang mereka cari
ternyata telah melarikan diri sebelum mereka datang, aku semakin yakin
bahwa wanita yang ada disampingku ini adalah wanita yang mereka cari.
Intuisiku berkata, “aku ingin menyelamatkan wanita ini”.
Kami harus
menunggu 1 jam lamanya disana, masih dalam posisi yang sama seperti
tadi, tapi wajahnya kulihat sudah mulai bersahabat meski tangan kananku
masih mendekap mulutnya. Akhirnya pasukanku beranjak pergi, aku tak
peduli mereka mencariku atau tidak. Tangan ini kulepaskan dari mulutnya,
berdiri, dan entah kenapa lalu mulai mengulurkan tangan lainnya untuk
menuntunnya pergi dari tempat ini… kemana saja… asal dia aman dan tak
terjamah oleh pasukanku. Aku tak peduli pada perbedaan kami, pada asal
usulnya, pada bahasa yang sama-sama tak kami mengerti… aku hanya ingin
menyelamatkannya…
Aku, Taka
Matsuda, seorang Jepang yang kini sedang berusaha menyelamatkan seorang
wanita Netherland. Entah kemana aku akan membawanya, baru kali ini
kuinjakkan kaki di hutan dan wilayah ini…
Kemana sajalah…
aku tak peduli, karena sepertinya wanita ini juga benar-benar tak
berdaya, dan mulai bersedia mengikutiku yang tak mungkin akan
menyakitinya.
This article's taken from: sarasvatirisa.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar